PEMBANGUNAN DAN PENINDASAN

Selasa, 15 April 2008

By. S. Djuweng
Salah seorang penduduk bumi yang paling bertanggungjawab terhadap invasi pembangunan adalah Hary S. Truman. Dalam pidato pelantikannya di hadapan Kongres Amerika 20 Januari 1928, Truman menyebut negara-negara selatan sebagai negara terbelakang (underdeveloped countries). Oleh karena itu tugas Amerika dan Eropah Barat adalah membawa pembangunan itu ke Selatan. Pidato Truman itu kemudian diperkuat dengan diumumkannya Dekade Pembangunan Tahun Pembangunan Internasional Pertama (1960-1970).

Usulan untuk tindakan nyata dari dekade itu menyebutkan, dunia ketiga tidak hanya membutuhkan pertumbuhan (ekonomi) tetapi pembangunan. Pembangunan adalah pertumbuhan ditambah perubahan. Perubahan, pada gilirannya adalah (perubahan) sosial, budaya, dan ekonomi baik yang bersifat kualitatif mau pun bersifat kuantitatif (Lihat Wolgang Sachs, The Anotomy of Development dan Global Ecology, A New Arena of Politial Conflict, yang dikutip S. Djuweng dalam Pembangunan dan Keadilan, Masihkan Relevan, Kompas 12 April 1996).Sejak itu, kata pembangunan menjadi jargon sakti yang menandai hubungan utara selatan. Pembangunan kemudian telah melahirkan semacam keyakinan baru yang menawarkan semacam mitos kesaktian: Kesejahteraan dunuia akan tercapai lewat perubahan sosial, budaya dan ekonomi yang disebut pembangunan.

Agaknya yang lupa dikatakan oleh Harry S. Truman adalah, kekayaan yang dinikmati oleh utara berasal dari hasil penindasan baik di selatan (di koloni-koloni) mau pun di utara itu sendiri. Bagi Belanda misalnya dari Tanaman Paksa 1830-1875 memberikan keuntungan sebesar 900 juta Florin (S. Djuweng, From Cultuur Stelsel to Pembangunan PIR Bun", Paper untuk Konferensi XI International NGO Forum on Indonesian Development, Bonn, 4-6 Mei 1998. Dia mengutip dari sumber-sumber sejarah yang mengupas Compulsory Cultivation jaman Daendeles dan Van den Bosch (1830-1875). Hasil tanaman paksa itu cukup untuk melunasi Hutan Negeri Belanda yang membiayai Perang Kemerdekaan Belgia dan Perang Jawa, Membangunan Jaringan Kereta Api, Meningkatkan Industri dan Perdagangan).

Di Amerika Utara, penduduk asli telah menjadi korban penindasan atas nama pembangunan dan industrialisasi. Begitu pula adanya di Australia dan Selandia Baru.Pada saat ini, penindasan dalam bentuk ketidakadilan ekonomi dan politik antara utara selatan masih saja terjadi. Di Bolivia, orang perlu menghabiskan 21 hari kerja untuk menukar sebuah jam buatan Swiss yang hanya dibuat dalam waktu 3 jam (Lihat Rudolf H. Starm, Kepincangan vs Kepincangan, Gramedia Jakata: 1984).

Gugatan terhadap pembangunan muncul dari berbagai kalangan inte-lektual, organisasi non pemerintah, dan masyarakat adat. Selama hampir 50 tahun setelah Truman mengintrodusir kata negara terbelakang dan negara maju, pembangunan telah memperkaya sekitar 20 % penduduk dunia, dan memiskinkan 80% lainnya. Negara-negara industri dan Industri Baru, mengalami pertambahan pendapatan sebesar 80% selama 4 dekade ter-akhir. Sebaliknya di negara-negara miskin, pendapat telah menurun sebesar 15 %.

Di Indonesia penindasan dan bahkan pembunuhan atas nama pembangunan berlangsung marak. Kasus-kasus di sekitar Free Port (Irian) misalnya adalah fakta yang berbicara untuk dirinya sendiri. Demikian pula proses peminggiran terhadap suku Dayak di Kalimantan. Kedatangan ekonomi yang kapitistik ke Kalimantan telah menggusur sumber-sumber perekonomian rakyat Prof. Dr. Mubyarto dalam pidato penutupan Seminar Perekonmian Rakyat Kalimantan, di Pontianak September 1991). Hal yang sama juga dialami oleh kelompok-kelompok masyarakat adat di Mentawai, Nias, Jambi, Riau, Krui, di Sulawesi, Maluku dan sebagainya. Dari fakta-fakta itu sulit untuk percaya dan memahami bahwa pembangunan akan mensejahterakan umat manusia.

0 komentar: